Menyambung Mimpi di Tanah Jawa

 Menyambung Mimpi di Tanah Jawa


Sumber: Petak Norma

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk salah satu terbesar di dunia. Namun jika melihat kondisi pada saat ini pembangunan yang dilakukan masih belum merata di seluruh provinsi  yang ada. Pembangunan yang dilakukan terkhususnya infrastruktur umum seperti jalan, sekolah, pelabuhan dan lainnya sebagainya masih terpusat di pulau Jawa. Maka dari itu pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur layanan dasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus sebagai bukti kehadiran negara. Karena Infrastruktur sendiri berperan besar dalam pembangunan wilayah, dimana keberadaan infrastruktur baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya berpengaruh terhadap dimensi pembangunan seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), aksesibilitas daerah, prevalensi stunting hingga pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan yang tidak merata membuat masyarakat yang tinggal didaerah pedalaman terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya atau bermigrasi untuk sekolah, kuliah, dan bekerja di tanah jawa. Kegiatan Migrasi merupakan sebuah tradisi yang sudah sangat umum dan sering dilakukan di dalam masyarakat di Indonesia. Hampir semua orang di berbagai provinsi jika sudah dewasa akan berpindah ke provinsi lain. Sebagian besar tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup agar menjadi lebih baik. Seperti Provinsi Sumatera Barat yang dikenal sebagai tanah perantau. Provinsi Sumatera Barat yang dihuni oleh masyarakat Minangkabau menjadikan migrasi atau merantau merupakan suatu tradisi sebagaimana yang terdapat dalam pepatah minangkabau yaitu:

Sayang jo anak dilacuik i, Sayang jo kampuang ditinggakan, Ujan ameh di nagari urang, Ujan batu di nagari awak, Kampuang nan jauah dibantu juo


Ungkapan pepatah di atas menggambarkan bahwa pemikiran yang dibangun oleh masyarakat minangkabau bahwa merantau merupakan bagian dari usaha untuk membangun kembali kampung halaman. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka orang minangkabau di rantau memiliki motivasi yang lebih untuk memperbaiki kehidupan mereka.

    Tradisi Merantau yang dilakukan masyarakat minangkabau ini memiliki sisi positif dan negatifnya. Jika melihat dari sisi positif, kegiatan merantau dapat menjadi jalan baru bagi masyarakat untuk memperbaiki taraf hidup sehingga terhindar dari kemiskinan. Karena banyak dari masyarakat minangkabau mendapatkan keberhasilan setelah merantau di tanah Jawa. Namun tradisi merantau yang dilakukan oleh masyarakat minang ini juga menimbulkan dampak negatif tanpa disadari. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka migrasi keluar dari pada migrasi masuk.

Tabel 1. Angka Migrasi Neto Per Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018

Sumber:Data Kependudukan Bersih (DKB) Tahun 2018


Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa Migrasi Neto Provinsi Sumatera Barat rata-rata bernilai negatif. Hal ini perlu menjadi perhatian karena masyarakat yang melakukan migrasi berada pada usia produktif, sehingga Provinsi Sumatera Barat akan kekurangan tenaga kerja produktif di masa yang akan datang. Penduduk Provinsi Sumatera Barat melakukan migrasi keluar bertujuan untuk mencari kehidupan yang lebih layak dibandingkan hanya bekerja di Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Sumatera Barat Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Sumatera Barat sebesar 2.7 juta. Angka ini tentunya sangat rendah jika dibandingkan dengan UMP provinsi Jakarta sebesar 5.9 juta. 

Tabel 2. Upah Minimum Provinsi (UMP) Indonesia Tahun 2023

Sumber: Kementrian Ketenagakerjaan tahun 2023

Menjadi salah satu Provinsi dengan UMP yang rendah secara nasional, membuat penduduk terkhusnya penduduk usia produktif memilih untuk meninggalkan Provinsi Sumatera Barat dan bekerja di Tanah Jawa. Pilihan ini tentunya memberikan dampak semakin berkurangnya penduduk usia produktif, sehingga akan meningkatkan rasio angka dependency ratio.

Grafik 3 Dependency Ratio Penduduk Tahun 2010-2020

Sumber:BPS provinsi Sumatera Barat


Dependency Ratio merupakan rasio antara penduduk usia non produktif dengan penduduk usia produktif. Dari data di atas dapat dilihat bahwa rata-rata angka dependency ratio Provinsi Sumatera Barat masih tergolong tinggi (>50%) atau masih berada di atas angka dependency ratio nasional. Hal ini menyebabkan beban penduduk usia produktif untuk menanggung penduduk usia non produktif makin tinggi.

                Tradisi merantau yang dianut masyarakat Minangkabau membuat rata-rata penduduk memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka memilih pergi merantau untuk bekerja dan tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan yang ditamatkan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018

Sumber:Data Kependudukan Bersih (DKB) Tahun 2018


Berdasarkan data di atas dapat dilihat penduduk yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi semakin menurun sampai ke jenjang Strata 1. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena akan memperburuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) provinsi. Maka dari itu untuk mengatasi masalah ini pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat harus saling bekerja sama dan berkoordinasi untuk melakukan langkah-langkah berikut:

 

1.     Pemerataan Infrastruktur umum

Penduduk Provinsi Sumatera Barat yang melakukan migrasi keluar atau merantau juga diakibatkan akses infrastruktur yang kurang dari segi kualitas maupun kuantitas seperti Universitas, rumah sakit, pusat perbelanjaan, jalan, dan fasilitas lainnya. Karena hal ini lah yang memaksa penduduk untuk pergi keluar provinsi.

 

2.     Penyesuaian UMP

UMP provinsi Sumatera Barat masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya secara nasional. Maka dari itu penduduk memilih untuk bekerja di provinsi lain karena merasa gaji yang didapat lebih besar. Sehingga hal ini akan berdampak kepada berkurangnya tenaga kerja di dalam provinsi dan meningkatkan angka dependency ratio.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menyambung Mimpi di Tanah Jawa"

Posting Komentar